TIPU DAYA ULAR EMAS

 



Ada sebuah desa bernama Haneiki. Tanahnya subur dan warganya rajin hingga hasil panen mereka selalu melimpah.

Penduduk Haneiki bekerja keras menanam padi untuk kebutuhan makanan mereka, selain itu mereka juga menanam sayur dan rumput untuk makanan ternak.

Namun, selama lebih satu dekade, ada sekelompok penjahat yang selalu merampok kekayaan yang dimiliki oleh warga desa. Kehidupan desa menjadi tidak aman, warga selalu diselimuti oleh rasa was-was.

Setelah sekian lama, kelompok bandit itu kemudian pergi. Mereka meninggalkan kehidupan desa yang menjadi hancur.  Kas desa dikeruk hingga tandas dan hutang bertumpuk tak terbayar.

Lalu datanglah kemudian sekelompok ular emas. Mereka menggantikan para bandit yang pergi meninggalkan desa.

Kelompok ular emas ini datang dengan kedok untuk memperbaiki kehidupan desa yang hancur oleh para bandit.

Karena aturan, serta rasa takut dan segan, ular-ular emas ini diterima oleh warga dan hidup dari memakan hewan-hewan ternak milik warga Haneiki.

Mereka bukan ular sebagai mana biasanya. Selain sisik berwarna emas, mereka juga memakai jas, dasi dan sepatu mengkilap.

Kelompok ular emas juga memanggil hewan lain untuk menonjolkan pekerjaan mereka. Diantaranya  burung elang, burung hantu dan burung kakatua.

Seiring waktu, hewan ternak warga desa semakin berkurang, dan mereka mulai kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mereka tidak tahu jika kehadiran ular emas ternyata membawa dampak lain bagi desa dan lahan pertanian mereka.

Tanaman warga desa seperti padi dan sayuran perlahan mulai layu lalu kemudian mengering. Hal ini disebabkan racun yang dikeluarkan oleh ular-ular emas ketika mereka memakan hewan-hewan ternak.

Meski tidak terlihat oleh mata, racun ini menyebar di tanah dan air, sehingga tanaman warga desa terkena dampak yang kurang baik. Bukan hanya tanaman, sebagian besar warga juga mengalami kerusakan otak.

Warga desa sangat sedih, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan desa mereka. Mereka hanya berharap bahwa suatu hari, ular-ular emas ini akan pergi dan desa mereka kembali menjadi tempat yang aman dan lahan pertanian kembali membawa kesejahteraan bagi mereka.

Suatu hari, seorang anak bernama Logika memberanikan diri bertanya kepada kelompok ular emas itu.

“Saat ini, warga desa Haneiki sudah kehabisan hewan ternak. Padi dan rumput juga sudah tidak ada lagi. Lalu apa yang harus kami lakukan,” kata Logika kepada ular-ular emas itu.

Salah seekor ular emas yang merupakan pemimpin kelompok itu kemudian menjawab.

“Kami juga telah berupaya menyelamatkan desa ini. Saya berharap kalian teruslah bersemangat dan menanam lebih banyak padi, rumput dan sayuran. Mudah-mudahan, dengan tetap bersama kita akan keluar dari kesulitan ini,” kata pemimpin ular emas mencoba menyemangati Logika dan warga desa lainnya.

Logika akhirnya sadar bahwa tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari kelompok ular emas. Kata-kata dari pemimpin ular emas tadi juga tidak menjadi solusi. Ia dan warga saat ini butuh makan, bukan ceramah.

Logika lalu melangkah pergi, perutnya yang lapar membuat ceramah dan kata motivasi tadi terdengar hanya seperti suara dengungan lebah yang mengganggu telinganya.

Hingga akhirnya, tibalah saatnya kelompok ular emas akan pergi meninggalkan desa Haneiki. Pemimpinnya membagikan makanan terakhir untuk setiap anggotanya sebagai bekal.

Anehnya, burung elang, kakatua, burung hantu serta beberapa anggota kelompok lain tidak diberikan bekal yang sama. Seekor ular betina bekerja sama dengan beberapa ular lain telah mengeluarkan sebagian isi keranjang burung-burung itu.

Di sinilah kemudian terlihat sifat asli dari pemimpin ular emas.  Kesehariannya yang tampil bijaksana ternyata hanya untuk menutupi  keserakahan diri dan kelompoknya.

Ketamakan itu pula yang membuatnya bukan hanya memakan ternak warga tapi juga memakan hak teman-temannya sendiri.

Sepeninggal tiga ekor burung dan beberapa ular lain yang pergi dengan meniti jalan masing-masing. Beberapa anggota kelompok ular bernyanyi dan berlakon sambil tertawa menikmati isi keranjang teman-teman yang telah pergi lebih dahulu.

Sekilas dalam tawa salah seorang berbisik. "Mereka memang bodoh," lirihnya.

Komentar